LANDASAN PEMAHAMAN TERHADAP LKPP, SABMN

 
DALAM KAITANNYA DENGAN PELAKSANAAN Inventarisasi dan Penilaian Barang Milik Negara di Wilayah KALIMANTAN SELATAN DAN KALIMANTAN TENGAH   Mencermati adanya pernyataan disclaimer oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2006, yang salah satunya dikarenakan oleh rendahnya nilai kekayaan negara dibandingkan dengan kewajiban pemerintah yang tercermin dalam Neraca Pemerintah Pusat, pemerintah merasa perlu untuk lebih memperhatikan terhadap kebenaran laporan barang milik negara (BMN). Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang melakukan penghimpunan atas laporan BMN yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Barang melalui suatu mekanisme pelaporan BMN secara berjenjang yang dimulai dari Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Barang. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 59/KMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Kementerian/Lembaga berkewajiban menyusun dan menyampaikan Laporan Keuangan kepada Menteri Keuangan dengan mempergunakan sarana aplikasi Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN). Untuk melaksanakan SABMN, di setiap Kementerian/ Lembaga dibentuk unit yang berjenjang, yaitu :
  • tingkat Satker (Kuasa Pengguna Barang) : UAKPB (Unit Akuntansi KPB)
  • tingkat Wilayah (Pembantu Pengguna Barang Wilayah) : UAPPBW (Unit Akuntansi PPBW)
  • tingkat Eselon I (Pembantu Pengguna Barang Eselon I) : UAPPBE1 (Unit Akuntansi PPBE1)
  • tingkat Kementerian/Lembaga (Pengguna Barang) : UAPB (Unit Akuntansi PB)
Satker (KPB) mengirim LBMN-KPB ke PPBW, Kantor Wilayah (PPBW) mengirim LBMN-PPBW ke PPBE1, PPBE1 mengirim LBMN-PPBE1 ke PB, dan Kementerian/Lembaga (PB), menghasilkan Laporan Barang Milik Negara tingkat Pengguna Barang, yang selanjutnya disampaikan kepada Menteri Keuangan (Pengelola Barang) c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara secara periodik yaitu Laporan BMN Semester I, Laporan BMN Semester II, dan Laporan BMN Tahunan.
    Dari hasil penggabungan Laporan BMN Tahunan Kementerian/Lembaga (Pengguna Barang),  Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyusun Laporan Barang Milik Negara tingkat nasional yang dituangkan ke dalam Laporan Tahunan Barang Milik Negara Kementerian/Lembaga per 31 Desember Tahun xxxx (tahun laporan), untuk disampaikan kepada Menteri Keuangan dan tembusannya disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang selanjutnya dipergunakan sebagai bahan dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), khususnya pada PerkiraanAset Tetap dalam Neraca Pemerintah Pusat.
Sebagai Pengelola Barang, Menteri Keuangan bertanggung jawab atas pelaksanaan pengelolaan barang milik negara, sehingga perlu menindaklanjuti dengan menganalisa dan memverifikasi terhadap kebenaran laporan atas pelaksanaan pengelolaan BMN oleh Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Barang (KPB).
  Setiap akhir periode laporan yaitu semester dan akhir tahun, Kementerian/Lembaga menyusun Laporan Barang Milik Negara Semester I, Laporan Barang Milik Negara Semester II, dan Laporan Barang Milik Negara Tahunan, yang menggambarkan jumlah, nilai, dan kondisi BMN yang dikelola oleh masing-masing Kementerian/Lembaga.
Sesuai Peraturan Pemerintah No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, dalam rangka penyusunan Neraca Pemerintah sebagaimana dimaksud pada pasal 38 Peraturan Pemerintah No. 6/2006 harus dinilai wajar pada saat perolehannya, sedangkan untuk mendapatkan nilai wajar sebagaimana dimaksud pada pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 6/2006, tanah dan bangunan dinilai dengan estimasi terendah menggunakan NJOP yang ditetapkan oleh Pengelola Barang.
  Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh Kantor Wilayah XII DJKN Banjarmasin terhadap data-data dan laporan barang milik negara khususnya tanah dan bangunan pada Satker-satker Kementerian/Lembaga di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yang tercermin dalam Kartu Inventaris Barang (KIB), masih banyak data tanah yang belum mencantumkan nilai perolehannya (nol rupiah). Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya nilai perolehan barang milik negara, dan pada akhirnya berpengaruh pula terhadap rendahnya nilai kekayaan negara secara keseluruhan pada perkiraan Aset Tetap dalam Neraca Pemerintah Pusat.
  Dengan adanya permasalah tersebut, Direktur Jenderal Kekayaan Negara dengan surat nomor S-680/KN/2007  tanggal 31 Mei 2007  hal Persiapan Penilaian Barang Milik Negara, dan nomor S-691/Kekayaan Negara/2007 tanggal 05 Juni 2007 hal Koordinasi Rencana Kerja Tahun 2007, menekankan perlunya DJKN beserta seluruh jajaran di bawahnya yaitu Kanwil beserta KPKNL untuk segera melaksanakan tugas Inventarisasai dan Penilaian barang milik negara (BMN) khususnya tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor roda 4 (empat) dan roda 2 (dua).
  Dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2007, Menteri Keuangan dalam suratnya Nomor : 254/MK.06/2007 tanggal 14 Juni 2007 tentang Inventarisasi dan Penilaian Kekayaan Negara yang ditujukan kepada Para Menteri dan Kepala/Ketua Lembaga, menugaskan kepada semua Kementerian/Lembaga untuk segera melaksanakan inventarisasi dan penilaian terhadap barang milik negara khususnya tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor roda 4 (empat) dan roda 2 (dua) yang berada pada masing-masing Satker pada Kementerian/Lembaga.
Menindaklanjuti surat Menteri Keuangan dan surat Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagaimana tersebut di atas, Kantor Wilayah XII Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Banjarmasin segera melaksanakan kegiatan inventarisasi dan penilaian terhadap barang milik negara berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor roda 4 (empat) dan roda 2 (dua) pada seluruh Satker Kementerian/Lembaga di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Adapun konsep dan mekanisme dari penyusunan LKPP tahun 2007 adalah sebagai berikut :
BAGAN ALUR DATA BMN UNTUK PENYUSUNAN LKPP
  Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa dalam rangka menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) oleh Menteri Keuangan, yang disusun berdasarkan laporan hasil pelaksanaan APBN tahun 2006 oleh Kementerian/Lembaga, Satker/KPB melaksanakan tugas penyusunan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, yang terdiri dari Laporan Keuangan dan Barang Milik Negara.
Tugas penyusunan Laporan Keuangan oleh Kementerian/Lembaga dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, adalah suatu sistem aplikasi berbasis teknologi informasi yang dirancang untuk memudahkan Departemen Keuangan dan Kementerian/Lembaga terdiri dari 2 (dua) sub sistem, yaitu :
1. SAP (Sistem Akuntansi Pusat), yaitu Sistem Akuntansi yang dilaksanakan oleh Departemen Keuangan (Direktorat Jenderal Perbendaharaan), terdiri dari :
  • SAKUN (Sistem Akuntansi Keuangan Umum Negara)
  • SAU (Sistem Akuntansi Umum)
    Dari sistem ini dihasilkan : Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca Pemerintah Pusat, Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), dan Laporan Arus Kas (LAK)
2. SAI (Sistem Akuntansi Instansi) yaitu Sistem Akuntansi dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga, terdiri dari :
  • SAK (Sistem Akuntansi Keuangan)
  • SABMN (Sistem Akuntansi Barang Milik Negara)
    Dari sistem ini dihasilkan : Laporan Realisasi anggaran (LRA), Neraca Kementerian /Lembaga, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara /Daerah, salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh Pengelola Barang (Menteri Keuangan) dan Pengguna/Kuasa Pengguna Barang (Kementerian/Lembaga), adalah melaksanakan Penatausahaan Barang Milik Negara sesuai dengan tanggung jawabnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 59/PMK.06/2005, SABMN dilaksanakan dimulai dari tingkat Satker (KPB) dengan menghasilkan Laporan Barang Milik Negara tingkat Satker/KPB, selanjutnya dikirimkan secara berjenjang ke tingkat atasnya (vertikal) untuk dikompilasikan hingga tingkat Kementerian/Lembaga (PB), dan menghasilkan Laporan Barang Milik Negara tingkat Kementerian/Lembaga guna pembentukan data base BMN.
Sebagai unit gugus depan, Satker/KPB merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan tugas penatausahaan barang milik negara, yaitu pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. Semua sumber data  dan informasi barang milik negara juga berasal dari Satker/KPB, sehingga kualitas (akurasi) dari data dan laporan BMN sangat tergantung pada kinerja Satker/KPB tersebut. Dengan demikian, dalam pelaksanaan tugas inventarisasi dan penilaian barang milik negara Kanwil DJKN dan KPKNL harus megacu/merujuk kepada data fisik, sumber-sumber dokumen, dan hasil pelaksanaan penatausahaan BMN Satker/KPB.
  Sehubungan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, agar pelaksanaan inventarisasi dan penilaian barang milik negara berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor roda 4 (empat) dan roda 2 (dua) memperoleh hasil yang optimal yaitu keakuratan data BMN, perlu diperhatikan beberapa hal penting sebagai berikut :
             1. Obyek
    Obyek merupakan hal terpenting, karena pada dasarnya penilaian barang milik negara sangat tergantung pada hasil inventarisasi obyek. Namun demikian perlu dicermati tentang keberadaan obyek serta mutasi/perubahan yang terjadi, seperti penambahan (pembelian, perolehan lain yang sah, belum tercatat), pengurangan (penghapusan, hilang), pemanfaatan, penggunaan, dan kebenaran dalam pelaksanaan penatausahaan (inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan) BMN sebelumnya.
    2. Dokumen Sumber
    Dokumen sumber merupakan data pendukung atas keberadaan BMN, yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan penatausahaan BMN, seperti kuitansi/faktur, Berita Acara Serah Terima (BAST), Laporan Hasil Inventarisasi (LHI), SK Penghapusan, KIB, DIR, DIL, dll.
    3. Penatausahaan BMN
    Pelaksanaan kegiatan penatausahaan BMN pada Satker/KPB berpengaruh besar terhadap ketersediaan, administrasi, kelengkapan, dan kebenaran dokumen sumber, inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan BMN, implementasi SABMN.
    4. SABMN
    SABMN merupakan alat bantu dalam penatausahaan BMN berupa program aplikasi untuk kegiatan pembukuan (perekaman data dan pembentukan file), pelaporan (proses/pengolahan data dan penyusunan laporan) BMN, dan penyusunan Buku Inventaris BMN, KIB, DIR, DIL, Laporan BMN Semester, Laporan BMN Tahunan.
    Pengimplementasian SABMN pada Satker/KPB berpengaruh besar terhadap keberadaan data hasil perekaman dalam bentuk file atau ADK (Arsip Data Komputer), yang merupakan data siap pakai guna keperluan penyusunan laporan BMN. ADK pada Satker/KPB adalah sumber data utama yang dipergunakan untuk pembentukan data base BMN, baik tingkat KPKNL, Kanwil DJKN, maupun tingkat nasional di kantor pusat DJKN. KPKNL dapat memperoleh file/ADK BMN dengan cara mengcopy/backup dari Satker/KPB.
    5. Pelaksanaan
Pelaksanaan inventarisasi BMN berdampak besar terhadap hasil yang dicapai. Persiapan, metode, dan strategi dalam pelaksanaan inventarisasi BMN hendaklah dipersiapkan dengan matang. Oleh karena itu petugas yang melaksanakan inventarisasi harus melakukan persiapan dengan baik, seperti apa yang harus dibawa dapat memenuhi segala kebutuhan di lapangan, bagaimana strategi dan metode dalam pelaksanaannya agar memperoleh hasil yang optimal, dan apa yang harus didapat/diperoleh dari Satker/KPB dapat dijadikan dasar/acuan bagi tim penilaian dalam melakukan tugasnya.
Dengan tersedianya data-data tanah dan bangunan, kendaraan bermotor roda 4/2 pada Satker/KPB dan terjadinya mutasi-mutasi (tambah, kurang, dan perubahan) data BMN setiap tahunnya, Tim Inventarisasi dan Penilaian dapat meminta bantuan Satker/KPB untuk mempersiapkan data-data yang dibutuhkan oleh tim dalam rangka pelaksanaan inventarisasi dan penilaian kembali data tanah dan bangunan, kendaraan bermotor roda 4/2 pada masing-masing Satker/KPB.
Selanjutnya, dengan memperhatikan masih banyaknya data tanah dan bangunan yang belum mencantumkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dan nilai perolehan, atau masih mencantumkan nilai Rp. 1,00, maka berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, dalam rangka penyusunan Neraca Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada pasal 38 Peraturan Pemerintah No. 6/2006 harus dinilai wajar pada saat perolehannya, sedangkan untuk mendapatkan nilai wajar dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan, sebagaimana dimaksud pada pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 6/2006, tanah dan bangunan dinilai dengan estimasi terendah menggunakan NJOP yang ditetapkan oleh Pengelola Barang. Namun di sisi lain dalam penentuan nilai bangunan perlu merujuk kepada perhitungan dengan menggunakan DKPB (Daftar Komponen Penilaian Bangunan) sesuai ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor : SE-04/KN/2007 tanggal 27 Pebruari 2007.
Share on Google Plus

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar