Obligor SKL Tak Perlu Dipermasalahkan

 

JAKARTA, Investor Daily - Obligor yang sudah mendapatkan surat keterangan lunas (SKL) tak perlu dipermasalahkan demi kepastian hukum. Buktinya, tim penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tak berhasil menemukan adanya tindak korupsi terhadap dua obligor, yakni Anthony Salim dan Sjamsul Nur Salim yang telah mendapat SKL.
Hal itu diungkapkan guru besar Pasca Sarjana UI Indrianto Senoadji, pengacara Luhut Pangaribuan, Maqdir Ismail, Juan Felix Tampubolon, serta Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto kepada Investor Daily di Jakarta, Jumat (29/1). Mereka diminta pendapatnya terkait penghentian penyelidikan dua kasus BLBI oleh Kejakgung.

Setelah melakukan penyelidikan selama tujuh bulan, baik di BLBI I (BCA) dan BLBI II (BDNI), tim Kejakgung tidak menemukan unsur dugaan perbuatan melawan hukum yang mengarah kepada tindak pidana korupsi. “Kejakgung menyatakan tidak menemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum yang mengarah kepada tindak pidana korupsi,” demikian penegasan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman di Gedung Pusat Penerangan Hukum, Kejakgung, kemarin.

Indrianto Senoadji menilai, walau keputusan Kejakgung itu tidak populis, keputusan tersebut menjamin kepastian hukum di Indonesia. “Yang sudah SKL jangan diutak-atik lagi. Sebaliknya, penegakan hukum harus dilakukan untuk menangani obligor yang tidak kooperatif. Mereka harus menjadi target kejaran hukum, untuk memenuhi rasa keadilan,” ujarnya.

Ia mendukung sikap pemerintah, seperti disampaikan dalam jawaban interpelasi DPR, bahwa pemerintah tetap memberikan insentif bagi debitor penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) yang kooperatif, dan menindak tegas debitor PKPS yang nonkooperatif. “Jangan sampai ada inkonsistensi kebijakan dari setiap peralihan pemerintahan,” ujarnya.

Konsistensi pemerintah dalam menyelesaikan kasus BLBI di luar pengadilan (out of court settlement), menurut dia, selain memiliki dasar hukum, juga bisa memaksimalkan kembalinya uang negara. “Upaya menjebloskan obligor tak akan menjamin uang negara kembali. Namun, obligor yang cuma janji-janji atau lari ke luar negeri pantas diproses secara hukum.”

Hal senada juga diungkapkan Luhut Pangaribuan dan Juan Felix Tampubolon. “Obligor yang sudah dapat SKL tidak dapat dikutak-katik lagi,” kata Luhut. Sementara Juan Felix mengatakan, keputusan Kejakgung menunjukkan konsistensi pemerintah menegakkan hukum.

Kuasa hukum Anthony Salim Maqdir Ismail merepons positif keputusan Kejakgung tersebut. "Memang seharusnya pemerintah menghargai keputusan pemerintahan terdahulu (adanya SKL yang dikelurkan pada era pemerintahan sebelumnya), sehingga hukum di Indonesia tidak terombang-ambing," ujarnya.

Menurut dia, penyelesaian kewajiban Anthonya Salim telah dilakukan dalam proses MSAA yang kemudian akhirnya mendapat Surat Keterangan Lunas (SKL). "Dalam MSAA, penjualan aset bisa untung, bisa juga rugi, ini resiko yang memang terlepas dari kewajiban si obligor," kata Maqdir.

Djimanto mengatakan, pemerintah harus menghormati kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan terdahulu. Menurut dia, kalau saat ini nilai aset tersebut turun, itu bukan karena kecurangan obligor. “Nilai aset itu turun akibat tidak dirawat dengan baik setelah diserahkan ke BPPN,” ungkapnya.

Hentikan Penyelidikan

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman mengatakan, tim Kejagung menghentikan penyelidikan dua kasus BLBI, yakni kasus Anthony Salim dan Sjamsul Nur Salim karena tidak menemukan perbuatan yang melanggar hukum.

Tim Kejakgung menilai, penurunan aset kedua obligor yang diserahkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lebih kepada faktor ekonomi. Kemas menjelaskan, kedua obligor tersebut telah menyerahkan aset mereka guna melunasi seluruh utang BLBI-nya sesuai prosedur.

Terkait kasus BLBI I (BCA), Kemas mengatakan, utang BCA/Salim Group telah dibayar dengan penyerahan 92,8% saham BCA dan penyerahan saham 108 perusahaan kelompok usaha Salim kepada pemerintah. Jumlah jaminan kewajiban pemegang saham senilai Rp 52,7 triliun. "Walaupun hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan nilai aset yang diserahkan obligor hanya Rp 19 triliun, tim tidak menemukan unsur korupsi," kata Kemas.

Unsur perbuatan melawan hukum juga tidak ditemukan dalam kasus BLBI II (BDNI). Kemas menjelaskan, Syamsul Nursalim telah menandatangani Master Settlement for Acquisition Agreement (MSAA) setelah melunasi utangnya. “Tidak ada lagi permasalahan hukum di sana," ujarnya.

Menurut dia, Syamsul Nursalim melunasi utang BLBI dengan memberikan aset Bank BDNI. Sisa utangnya dilunasi dengan membayar tunai Rp 1 triliun dan penyerahan aset tiga perusahaannya senilai Rp 28,408 triliun. Kemas mengakui, ketika pemerintah menjual aset tersebut, nilainya turun menjadi Rp 3,4 triliun.

Dengan dihentikannya penyelidikan kedua kasus ini, Kejakgung akan menyerahkan kembali dua kasus BLBI ini kepada menteri keuangan. "Kami serahkan semuanya ke menkeu. Kalau menkeu menyatakan perlu dilakukan secara perdata, nanti akan ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun)," tambah Kemas.

Tim khusus yang terdiri atas 35 jaksa yang bertugas menyelidiki kasus tersebut, kata dia, telah dibubarkan karena tidak menemukan adanya tindak pidana korupsi. Namun, ke-35 jaksa tersebut tetap bertugas di jajaran JAM Pidsus Kejakgung.

Sementara itu, untuk kasus BLBI III yakni kasus cessie Bank Bali, Kejakgung akan mengajukan peninjauan kembali (PK). Kasus dengan tiga terdakwa yakni Djoko S Tjandra, Syahril Sabirin, dan mantan Kepala BPPN Pande Lubis itu kini sampai pada keputusan tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).

Sebelumnya, dalam putusan MA, Syahril Sabirin dan Djoko S Tjandra dinyatakan bebas. Hanya satu dari tiga tersangka yang ditahan, yakni Pande Lubis. "Ini yang menjadi alasan kenapa kami mengajukan PK," jelas Kemas.

Depkeu Kaji SKL

Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan akan mengkaji kembali berkas obligor BLBI yang dikembalikan Kejaksaan. Depkeu, kata dia, akan mengkaji proses pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) serta proses penanganan perkara tersebut untuk mencari kemungkinan penagihan kembali terhadap para obligor.

Menurut Menkeu, ia belum menerima surat resmi dari Kejakgung perihal pengembalian berkas perkara obligor BLBI. "Kami lihat dulu surat dan Pak Hendarman dan mempelajarinya," ujarnya.

Hal senda juga diungkapkan Menko Perekonomian Boediono. “saya belum menerima berkasnya,” kata dia.

Sementara itu, Dirjen Kekayaan Negara Departemen Keuangan Hadiyanto mengatakan, pemerintah bisa mengembalikan lagi berkas dari Kejakgung dengan menempuh jalur perdata atau melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). “Saya belum tahu mana jalan yang akan dipakai,” ujarnya. Namun, Hardiyanto mengaku belum menerima pengembalian berkas perkara tersebut. ***

Investor Indonesia, 1 Maret 2008
Pemutakhiran Terakhir ( Senin, 03 Maret 2008 )

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/detail/obligor-skl-tak-perlu-dipermasalahkan
Share on Google Plus

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar